Notification

×

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

"Presiden Mahasiswa UIN SYAHADA Padangsidimpuan di Titik Nadir: Gagalnya Akuntabilitas dalam Rekrutmen PBAK"

Kamis, 14 Agustus 2025 | Agustus 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-14T06:38:04Z

Oleh: Syarif Syahputra
(Mahasiswa UIN SYAHADA Padangsidimpuan)

Pendahuluan

Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) merupakan kegiatan yang sangat 
penting dalam menyambut mahasiswa baru di lingkungan kampus. Ia menjadi pintu awal 
pengenalan nilai, budaya, dan sistem akademik yang akan membentuk watak mahasiswa selama 
menjalani kehidupan perkuliahan. Karena urgensi itulah, proses penyusunan panitia PBAK harus 
dilakukan secara transparan, adil, dan akuntabel. Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal 
sebaliknya. Beberapa kasus memperlihatkan bahwa Presiden Mahasiswa UIN SYAHADA 
Padangsidimpuan justru mengambil langkah-langkah yang tidak mencerminkan kepemimpinan 
yang sehat dan bertanggung jawab, khususnya dalam proses rekrutmen panitia PBAK. Ini 
mencerminkan kegagalan akuntabilitas yang cukup serius.
Ketidakbijakan dan tidak akuntabelnya Presiden Mahasiswa UIN SYAHADA dalam proses 
rekrutmen panitia PBAK bukan hanya melanggar etika organisasi, tetapi juga menjadi indikator 
kemunduran nilai-nilai kepemimpinan yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip keterbukaan, 
meritokrasi, dan partisipasi. Ketika kepemimpinan mahasiswa terjebak dalam praktik elitis dan 
otoriter, maka demokrasi kampus hanya tinggal jargon kosong.

Minimnya Transparansi dalam Proses Perekrutan

Salah satu bentuk kegagalan yang paling mencolok adalah tidak adanya transparansi dalam 
proses seleksi panitia PBAK. Prosedur perekrutan tidak diumumkan secara terbuka, Mahasiswa 
tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai kriteria seleksi, tahapan yang harus diikuti, 
maupun siapa saja yang menjadi penentu akhir. Proses yang dilakukan secara tertutup ini 
membuka celah besar bagi praktik kecurangan, manipulasi data, bahkan nepotisme. Lebih buruk 
lagi, tidak adanya laporan pertanggungjawaban kepada publik mahasiswa membuat proses ini 
nyaris tidak bisa diawasi.
Padahal, sebagai pemimpin tertinggi di ranah kemahasiswaan, Presiden Mahasiswa seharusnya 
menjadi contoh dalam menjunjung tinggi nilai transparansi dan akuntabilitas. Setiap keputusan 
strategis, termasuk perekrutan panitia kegiatan besar seperti PBAK, wajib dilandaskan pada 
prinsip keadilan dan inklusivitas, bukan berdasarkan kedekatan atau kepentingan politik internal.

Praktik Nepotisme dan Politik Balas Budi

Fenomena yang sudah muncul dalam proses rekrutmen panitia PBAK kali ini adalah adanya 
praktik nepotisme dan politik balas budi. Panitia yang terpilih bukan karena kapasitas dan 
dedikasinya, tetapi karena hubungan personal dengan Presiden Mahasiswa atau elite organisasi 
lain. 
Akibatnya, posisi strategis dalam PBAK banyak diisi oleh individu yang tidak memiliki 
kapasitas kepemimpinan maupun komitmen organisasi. Proses ini jelas mencederai asas 
meritokrasi dan mempersempit ruang kaderisasi yang sehat. PBAK yang seharusnya menjadi 
ajang edukatif dan inklusif, justru menjadi arena dominasi kelompok tertentu yang berupaya 
mempertahankan kekuasaannya.

Pengabaian Akuntabilitas sebagai Nilai Kepemimpinan

Seorang Presiden Mahasiswa idealnya tidak hanya menjadi pemimpin administratif, tetapi juga 
pemimpin moral. Namun, kegagalan untuk menjelaskan dasar keputusan dalam perekrutan 
panitia PBAK kepada mahasiswa secara luas memperlihatkan rendahnya kesadaran akan 
akuntabilitas. Ketika pertanyaan diajukan jawaban yang diberikan hanya bersifat normatif dan 
defensif.
Kondisi ini menciptakan budaya impunitas, di mana kesalahan atau penyalahgunaan kekuasaan 
tidak pernah ditindak atau diakui. Dalam jangka panjang, budaya ini bisa melahirkan generasi 
pemimpin yang terbiasa menghindari tanggung jawab dan lebih mementingkan stabilitas 
kekuasaan daripada pelayanan kepada mahasiswa.

Dampak terhadap Budaya Organisasi dan Regenerasi

Ketika proses rekrutmen didasarkan pada faktor-faktor non-objektif, dampaknya akan sangat 
terasa pada kualitas organisasi mahasiswa secara keseluruhan. Kepercayaan mahasiswa terhadap 
institusi kemahasiswaan akan merosot. Banyak mahasiswa menjadi apatis karena melihat bahwa 
tidak ada ruang adil bagi mereka untuk berkontribusi secara nyata. Selain itu, regenerasi 
kepemimpinan menjadi tidak sehat. Kader-kader yang kompeten namun tidak memiliki 
kedekatan dengan elite organisasi akan tersingkir, sementara individu yang tidak layak terus 
dipertahankan karena alasan politis.
Dampak lainnya adalah meningkatnya potensi konflik horizontal di antara mahasiswa. Kubu-kubu yang merasa terpinggirkan bisa membentuk oposisi internal yang mengarah pada ketegangan sosial. PBAK, yang seharusnya menjadi ruang kolaboratif dan edukatif, justru berubah menjadi medan tarik-menarik kekuasaan.

Penutup

Kegagalan Presiden Mahasiswa UIN Padangsidimpuan dalam menjunjung akuntabilitas dalam 
proses perekrutan panitia PBAK bukanlah kesalahan teknis semata, melainkan bentuk krisis 
kepemimpinan yang sistemik. Ketika posisi strategis seperti panitia PBAK dipolitisasi dan 
prosesnya tidak dilakukan secara adil, maka kampus sedang mencetak pemimpin-pemimpin 
masa depan yang tidak demokratis.
Sistem perekrutan panitia PBAK dibutuhkan standar operasional prosedur yang jelas dan 
mengikat, serta keterbukaan informasi bagi seluruh mahasiswa. Kepemimpinan mahasiswa tidak 
boleh menjadi tirani kecil di bawah nama demokrasi kampus. Sebaliknya, ia harus menjadi ruang 
pembelajaran etika, tanggung jawab, dan pengabdian yang sejati.
Hidup Mahasiswa........
Hidup Rakyat Indonesia....
Hidup Wanita Yang Melawan.....

×
Berita Terbaru Update