 |
PRBK PALUTA (Panggilan Rakyat Berantas Korupsi Padang Lawas Utara) menyatakan keprihatinan mendalam atas pelaksanaan pelatihan "Pengembangan Desa Digital" yang digelar di hotel-hotel mewah di Medan, Berastagi, dan Parapat dengan biaya mencapai Rp10 juta per peserta, menggunakan Dana Desa.
Pada bulan Juni 2025 ini, ratusan perangkat desa dari Paluta mengikuti pelatihan pengembangan desa digital di hotel-hotel mewah di Medan, Berastagi, dan Parapat. Dengan dana mencapai Rp10 juta per orang yang bersumber dari Dana Desa, pelatihan ini membawa janji besar: mendorong desa-desa di Paluta masuk ke era digital.
Tentu, inisiatif ini terdengar visioner. Namun pertanyaan yang mengemuka adalah: siapa yang paling diuntungkan?
Di banyak desa di Paluta, sinyal internet masih tidak stabil, akses jalan rusak, dan pelayanan dasar seperti air bersih dan pendidikan masih jauh dari kata ideal. Maka, pelatihan teknologi tingkat lanjut terasa seperti menyiapkan mobil listrik di kampung yang belum dialiri listrik.
Lebih dari itu, format pelatihan yang dilangsungkan jauh dari desa, dengan fasilitas bintang, menimbulkan kesan bahwa ini lebih mirip “wisata edukatif” ketimbang kebutuhan mendesak warga.
Apakah tidak mungkin mengadakan pelatihan langsung di desa atau melalui platform daring yang justru mencerminkan semangat digital itu sendiri?
Dana Desa adalah napas pembangunan akar rumput. Ketika penggunaannya tidak menyentuh kebutuhan langsung warga, maka program sebagus apa pun bisa kehilangan legitimasi sosial.
Desa digital adalah cita-cita. Tapi jika pelaksanaannya masih manual manual dalam perencanaan, manual dalam transparansi, dan manual dalam kepekaan sosial maka kita tidak sedang membangun masa depan. Kita hanya membangun ilusi.
Dana Desa adalah amanah rakyat. Jika digunakan tidak bijak, itu bukan lagi pembangunan itu potensi korupsi terselubung.
PRBK PALUTA tidak akan diam. Kami akan terus mengawal, menyuarakan, dan jika perlu melaporkan. Jika tidak ada tanggapan kami akan mengadakan 2x4 jam ultimatum.
