![]() |
Dwi cahyono laporkan praktik penggelapan pajak yang diduga dilakukan Zulhelmi Arifin saat menjabat sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pekanbaru. |
Pekanbaru, 31 Mei 2025 — Gelombang desakan publik kembali mencuat menyusul belum adanya tindakan tegas dari Pemerintah Kota Pekanbaru terhadap Zulhelmi Arifin, yang saat ini menjabat sebagai Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda). Ia diduga terlibat dalam praktik penggelapan pajak saat menjabat sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pekanbaru.
Dugaan ini mencuat sejak 2019 dan berkaitan dengan indikasi penyimpangan dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), termasuk manipulasi laporan, pemotongan insentif pegawai, serta ketidaksesuaian antara penerimaan dan penyetoran pajak ke kas daerah. Sejumlah laporan masyarakat telah disampaikan ke aparat penegak hukum, namun penanganan kasus ini dinilai belum menunjukkan progres yang transparan dan akuntabel.
Dalam berbagai aksi unjuk rasa, organisasi mahasiswa dan elemen sipil menyoroti bagaimana figur yang tengah diperiksa justru tetap diberi jabatan strategis. Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dan integritas dalam tata kelola pemerintahan.
Aksi Mahasiswa di KPK RI
Sebagai bentuk tekanan moral terhadap lambannya penegakan hukum, ratusan mahasiswa asal Pekanbaru yang kini menempuh studi di Jakarta akan menggelar aksi demonstrasi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI), Jakarta Selatan. Aksi ini dijadwalkan berlangsung pada awal pekan depan dan dipimpin langsung oleh Dwi Cahyono, koordinator lapangan aksi sekaligus mahasiswa Jakarta asal Pekanbaru.
“Kami menuntut KPK untuk turun tangan dan memeriksa secara menyeluruh dugaan penggelapan pajak oleh Zulhelmi Arifin. Jangan sampai ada kesan pembiaran terhadap kasus yang menyangkut keuangan rakyat,” tegas Dwi dalam pernyataan tertulisnya.
Para peserta aksi juga akan menyerahkan dokumen dan kronologi yang disusun berdasarkan data laporan warga, sebagai bagian dari pengaduan resmi ke KPK. Aksi ini tidak hanya untuk mendorong proses hukum, tapi juga menjadi simbol bahwa generasi muda menolak diam terhadap praktik korupsi birokrasi daerah.
Dasar Hukum yang Ditegaskan
Tuntutan publik terhadap proses hukum atas kasus yang diduga melibatkan Zulhelmi Arifin diperkuat dengan beberapa dasar hukum berikut:
UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
→ Pasal 39 ayat (1): Seseorang yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut dapat dikenakan pidana.
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
→ Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara adalah tindak pidana korupsi.
PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
→ Mengatur prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas dalam pengelolaan pendapatan daerah.
Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945
→ Menjamin kesetaraan di hadapan hukum: tidak ada kekebalan jabatan terhadap proses hukum.
Catatan Akhir dan Tuntutan
Kasus yang menyeret nama Zulhelmi Arifin menjadi simbol perlawanan terhadap praktik lama yang mencederai reformasi birokrasi. Mahasiswa dan masyarakat menyatakan:
Pemerintah Kota Pekanbaru harus mengevaluasi posisi Zulhelmi Arifin secara terbuka dan bertanggung jawab.
KPK RI wajib mengambil alih penanganan kasus ini untuk menjamin independensi dan keadilan hukum.
Proses pemeriksaan harus dilakukan menyeluruh, termasuk audit terhadap pengelolaan pajak daerah selama masa jabatannya di Bapenda."Keadilan bukan hanya soal proses hukum, tetapi juga soal keberanian politik untuk membersihkan sistem. Kami akan berdiri di garis depan untuk itu." — Dwi Cahyono