Notification

×

Iklan

Iklan Fillo

basreng

RUU TNI: ANCAMAN BAGI DEMOKRASI ATAU SOLUSI KEAMANAN DEMOKRASI

Minggu, 16 Maret 2025 | Maret 16, 2025 WIB | 0 Views

newsuin.online – Wacana kembalinya dwi fungsi militer dalam pemerintahan sipil kembali memicu perdebatan sengit. Sejumlah pihak menilai ini sebagai langkah mundur menuju era otoritarianisme, sementara pendukungnya mengklaim bahwa peran ganda militer dibutuhkan untuk menjaga stabilitas nasional.

Dilansir dari IG strotyrakyat_, DPR menyewa hotel mewah untuk mengebut rapat pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI. Pembahasan RUU TNI pada Jumat (14/3/2025) berlangsung mulai pukul 13.30 WIB di Ballroom Ground Floor Hotel Fairmont. Sedangkan pada Sabtu (15/3/2025), rapat panja RUU TNI dimulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB di Ruang Rapat Ruby Lantai 3.

Pemerintah baru-baru ini mengusulkan regulasi yang memungkinkan perwira aktif TNI menempati jabatan sipil strategis. Dalihnya? Kebutuhan akan kepemimpinan yang kuat dan disiplin dalam birokrasi. Namun, kritik keras datang dari berbagai elemen masyarakat yang melihat ini sebagai ancaman nyata terhadap demokrasi yang telah diperjuangkan sejak Reformasi 1998.

Militer dalam Politik: Keamanan atau Kekuasaan?

Sejarah mencatat bahwa dwi fungsi pada era Orde Baru memberi militer kekuasaan luas, bukan hanya dalam bidang pertahanan, tetapi juga dalam politik, ekonomi, dan pemerintahan. Hasilnya? Kekuasaan tanpa kontrol yang berujung pada represi politik, pelanggaran HAM, serta pembungkaman oposisi.

Kini, dengan dalih stabilitas nasional, ada kekhawatiran bahwa kehadiran militer dalam jabatan sipil dapat membuka kembali celah bagi penyalahgunaan kekuasaan. Direktur Eksekutif LSM Demokrasi Tanpa Militerisasi, Andi Wibowo, menegaskan bahwa langkah ini bukan sekadar strategi keamanan, melainkan potensi "kudeta merangkak" terhadap supremasi sipil.

"Kita harus belajar dari sejarah. Militer di birokrasi sipil bukan solusi, tetapi ancaman. Begitu mereka diberi ruang, demokrasi akan terkikis perlahan, dan rakyatlah yang akan menjadi korban," ujarnya.

Pemerintah Bungkam, Masyarakat Resah

Meski kritik datang bertubi-tubi, pemerintah tampak enggan memberikan respons tegas. Presiden hanya menyatakan bahwa kebijakan ini masih dalam tahap kajian. Sementara itu, berbagai aksi protes mulai muncul di sejumlah kota, menandakan keresahan publik atas potensi kembalinya militerisme dalam politik.

Di sisi lain, beberapa kelompok menilai bahwa kehadiran militer dalam pemerintahan dapat memperbaiki kinerja birokrasi yang lamban dan korup. Namun, benarkah solusi atas birokrasi buruk adalah dengan mengorbankan demokrasi?

Maju atau Mundur?

Indonesia dihadapkan pada pilihan besar: mempertahankan demokrasi atau kembali ke masa lalu di mana militer menjadi kekuatan dominan dalam pemerintahan. Jika dwi fungsi kembali diterapkan, maka bukan tidak mungkin kebebasan sipil yang selama ini diperjuangkan akan kembali terancam.

Apakah ini langkah strategis atau awal dari kemunduran demokrasi? Jawabannya akan ditentukan oleh sikap rakyat. Jika publik diam, sejarah bisa terulang. Jika bersuara, masa depan demokrasi masih punya harapan.



×
Notifikasi

Subscribe NEWS.UIN

Tap Disini