Penulis: Batara Musbar (Kader HMI Cabang Padangsidimpuan-Tapanuli Selatan) |
Di era digital yang serba cepat, media sosial telah menjadi ruang publik baru yang membentuk opini, sikap, bahkan keberpihakan masyarakat. Sayangnya, kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) justru tampak absen dalam medan strategis ini. Padahal, media sosial adalah ruang pertarungan narasi, tempat idealisme diuji, dan ladang dakwah baru yang seharusnya diisi oleh kader yang melek sejarah dan peka zaman.
Data menunjukkan lebih dari 78% mahasiswa Indonesia aktif bermedsos setiap hari, namun hanya sebagian kecil yang menyentuh isu advokasi, pendidikan, atau sosial-politik. Kader HMI lebih sering mengunggah dokumentasi kegiatan internal tanpa memperkuat narasi kritis atau gagasan keumatan. Di sinilah letak krisisnya: HMI yang dahulu dikenal sebagai pelopor gagasan kini terlihat pasif dan kehilangan tajinya di dunia digital.
Krisis ini tidak lepas dari pola kaderisasi yang terlalu kaku pada tradisi lama. Nilai-nilai seperti insan cita dan mission sacre tak mampu diterjemahkan menjadi konten digital yang bernyawa. Padahal, sebagaimana pesan Lafran Pane, mahasiswa Islam harus menjadi pelopor perubahan termasuk di ruang digital yang kini menjadi pusat kehidupan umat.
Kini saatnya HMI merebut kembali peran strategisnya. Media sosial tak boleh dibiarkan hanya menjadi tempat hiburan. Ia harus menjadi panggung perjuangan ide, ladang dakwah, dan etalase intelektual kader. Revolusi hari ini bisa dimulai dari satu unggahan yang mencerahkan. Jangan biarkan idealisme kader terkubur algoritma.