Opini Ahmadi Saleh Hasibuan/Mahasiswa UM-TAPSEL
Ahmadi Saleh Hasibuan, seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan dan juga pengamat politik di kalangan mahasiswa, memberikan pandangan tajam terkait dengan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang tengah dibahas di Indonesia. Sebagai seorang yang aktif dalam dunia politik kampus dan memperhatikan dinamika sosial politik Indonesia, Ahmadi menilai bahwa RUU ini bisa membawa dampak besar terhadap arah demokrasi Indonesia.
Dampak Positif RUU TNI
- Penguatan Pertahanan Negara dengan Regulasi yang Lebih Terstruktur Ahmadi mengakui bahwa RUU TNI berpotensi memberikan kejelasan dalam struktur dan tugas TNI, serta memperkuat sistem pertahanan negara. Dalam hal ini, ia melihat bahwa regulasi yang lebih terperinci akan membuat TNI lebih siap dalam menghadapi berbagai ancaman, baik dari luar negeri maupun dari ancaman terorisme dalam negeri.
- Modernisasi dan Pembaruan dalam Sistem Pertahanan Salah satu hal yang positif dalam RUU TNI adalah upaya untuk memperbarui sistem pertahanan dan alutsista (alat utama sistem senjata) TNI. Ahmadi mendukung langkah ini, karena kemajuan teknologi pertahanan sangat penting untuk menjaga kedaulatan negara. Pembaruan ini tentu akan meningkatkan profesionalisme dan kesiapan TNI menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks.
- Menjamin Keamanan Negara RUU TNI memberikan jaminan akan stabilitas keamanan nasional dengan mempertegas peran TNI dalam menjaga ketertiban dan keamanan. Ahmadi mengakui bahwa ini penting untuk menciptakan rasa aman di tengah ancaman yang semakin global, seperti radikalisasi dan terorisme.
Dampak Negatif yang Mengkhawatirkan
- Militerisasi dan Ancaman terhadap Demokrasi Sebagai seorang pengamat politik, Ahmadi tidak segan-segan mengkritik potensi militerisasi yang ditimbulkan oleh RUU TNI. Ia memperingatkan bahwa semakin besar peran militer dalam pemerintahan dan politik bisa membawa Indonesia kembali ke era dominasi militer, yang berisiko mengikis ruang kebebasan sipil dan hak-hak demokrasi. Dalam sejarahnya, dominasi militer justru menciptakan ketegangan politik yang mengancam kestabilan negara. Oleh karena itu, Ahmadi berpendapat bahwa RUU TNI perlu memastikan batas yang tegas antara peran militer dan sipil untuk menjaga prinsip-prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan.
- Peluang Pelanggaran Hak Asasi Manusia Ahmadi menegaskan bahwa pemberian kewenangan yang lebih besar kepada TNI, jika tidak diimbangi dengan pengawasan yang ketat, dapat membuka celah bagi potensi pelanggaran hak asasi manusia. Militer yang memiliki kekuasaan lebih besar dalam penegakan hukum bisa saja bertindak sewenang-wenang, dan ini tentunya menjadi ancaman serius bagi kebebasan masyarakat sipil.
- Penguatan Ketegangan Hubungan Sipil-Militer Menurut Ahmadi, semakin besar peran TNI dalam kehidupan politik dan pemerintahan dapat memicu ketegangan antara sektor sipil dan militer. Indonesia, yang selama ini berusaha menjaga agar militer tetap berada dalam jalur profesional dan tidak terlibat dalam politik, bisa mundur lagi ke masa di mana militer lebih berkuasa daripada lembaga-lembaga sipil. Hal ini sangat berbahaya, karena dapat menciptakan ketegangan yang berujung pada krisis politik dan sosial.
Kesimpulan: Bahaya yang Mengancam Demokrasi Indonesia
Ahmadi Saleh Hasibuan, dengan pengalamannya sebagai pengamat politik dari kalangan mahasiswa, menyimpulkan bahwa meskipun RUU TNI memiliki niat baik dalam memperkuat pertahanan negara, dampak jangka panjang dari penguatan peran militer bisa sangat merugikan bagi sistem demokrasi Indonesia. Ia menegaskan bahwa RUU ini berpotensi menumbuhkan kembali kekuatan militer yang dominan, yang akan mengekang kebebasan sipil dan merusak prinsip-prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah sejak era Reformasi.
Ahmadi mengajak kalangan mahasiswa, aktivis, dan seluruh elemen masyarakat untuk lebih kritis dalam mengawal proses pembuatan undang-undang ini. Proses legislasi yang terbuka, partisipatif, dan penuh pertimbangan adalah kunci untuk memastikan bahwa negara ini tidak terjebak dalam pola lama yang berpotensi merusak demokrasi dan hak asasi manusia.