×

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Demokrasi: Kendaraan Kekuasaan Elit atau Alat Kesejahteraan Rakyat?

Senin, 30 Juni 2025 | Juni 30, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-30T13:25:05Z

 

Oleh: Rusdian mahasiswa Geografi universitas Muhammadiyah Mataram

Politik sejatinya adalah kendaraan bagi penguasa untuk mengambil keputusan yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Eksistensinya dirancang sebagai alat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana amanat dasar negara. Namun, realitas politik hari ini telah melenceng jauh dari cita-cita mulia tersebut. Alih-alih menjadi sarana kemajuan, politik kerap menjadi arena pertarungan kekuasaan yang hanya menguntungkan elit penguasa, meninggalkan rakyat sebagai penonton yang terus dirugikan.


Politik bukan sekadar cara meraih kekuasaan. Orientasinya haruslah melayani dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat demi mencapai tujuan negara. Sayangnya, praktik politik saat ini justru menjurus pada kesejahteraan segelintir elit. Momentum politik yang kita saksikan sehari-hari—baik dalam pemilihan umum, dinamika partai politik, maupun kebijakan pemerintahan—tidak lagi berfokus pada strategi pembangunan nasional. Sebaliknya, politik dimanipulasi untuk memenangkan pertarungan individu atau kelompok. Partai politik, yang seharusnya menjadi penjaring calon pemimpin berkualitas, justru sering kali melahirkan kegaduhan. Banyak di antara mereka yang membenarkan yang salah, bahkan mengada-ada demi memenuhi kepentingan pribadi atau kelompoknya. Akibatnya, pembangunan publik terhambat, dan kebutuhan masyarakat terabaikan.


Padahal, orientasi politik seharusnya jelas: mendukung pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, program sosial, dan ekonomi yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup rakyat. Politik harus menjadi alat untuk mewujudkan cita-cita negara, bukan kendaraan bagi elit untuk memperkaya diri. Namun, pertanyaan mendasar muncul: apakah para politisi yang diberi legitimasi pernah mengkaji apakah sasaran politik mereka sudah tepat? Apakah proses pengujian kelayakan calon pemimpin oleh partai politik telah sesuai prosedur, atau hanya sekadar formalitas untuk mendapatkan legitimasi publik?


Kenyataan di lapangan semakin memperparah keresahan. Pemerintah kerap mengeksploitasi jabatan untuk kepentingan pribadi. Wilayah-wilayah yang seharusnya menjadi sumber kehidupan rakyat justru dijadikan ladang pendapatan oknum. Korupsi merajalela, merampas hak masyarakat atas pelayanan publik yang layak. Sumber daya yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat—seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur—malah dikorupsi demi mengisi “kantong kanan dan kiri” para pejabat. Fenomena ini bukan hanya pengkhianatan terhadap amanat rakyat, tetapi juga ancaman serius terhadap keberlanjutan demokrasi itu sendiri.


Kondisi ini mencerminkan bahwa demokrasi, yang seharusnya menjadi sistem untuk menjamin kesejahteraan bersama, telah direduksi menjadi alat kekuasaan elit. Politik yang seharusnya berorientasi pada kepentingan umum kini terjebak dalam lingkaran oligarki, di mana kekuasaan hanya berputar di antara segelintir orang. Hal ini terlihat dari maraknya dinasti politik, kolusi dalam pengambilan kebijakan, hingga manipulasi proses demokrasi seperti pemilu. Akar masalahnya terletak pada lemahnya mekanisme pengawasan dan rendahnya integritas aktor politik.


Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan reformasi mendasar dalam praktik politik. Pertama, partai politik harus merevitalisasi mekanisme pengujian kelayakan calon pemimpin. Proses ini harus transparan, akuntabel, dan berbasis kompetensi, bukan sekadar formalitas atau ajang transaksi politik. Kedua, pengawasan terhadap penyalahgunaan kekuasaan harus diperketat, baik melalui lembaga independen seperti KPK maupun partisipasi aktif masyarakat sipil. Ketiga, pendidikan politik bagi masyarakat perlu ditingkatkan agar rakyat tidak lagi menjadi objek manipulasi, tetapi subjek yang kritis dan berdaya dalam menentukan arah demokrasi.


Para pakar politik, penjabat publik, dan masyarakat harus berkolaborasi untuk mengembalikan esensi politik sebagai kendaraan kesejahteraan. Politik harus dikembalikan pada relnya: melayani rakyat, bukan memperkaya elit. Praktik-praktik politik yang melanggar hukum dan etika harus ditindak tegas, tanpa pandang bulu. Hanya dengan langkah-langkah ini, demokrasi dapat kembali menjadi alat untuk mewujudkan cita-cita negara, bukan sekadar kendaraan kekuasaan yang menguntungkan segelintir orang.


Kini, saatnya kita bersama-sama mengawal demokrasi agar tidak lagi menjadi alat eksploitasi. Politik harus menjadi cerminan harapan rakyat, bukan cerminan ambisi elit. Dengan komitmen kolektif, kita dapat membangun demokrasi yang benar-benar berpihak pada kesejahteraan masyarakat, sebagaimana visi awal para pendiri bangsa.

×
Berita Terbaru Update