Ditengah
upaya kampus mendorong pembelajaran aktif dan partisipatif, fenomena mahasiswa
yang pasif di ruangan kelas semakin menjadi sorotan. Dosen berbicara panjang
lebar, namun mahasiswa lebih banyak tertunduk diam , memainkan Hp, Scroll
Tiktok, bahkan mengantuk ketika pembelajaran dimulai.
Fenomena
ini terjadi hampir disetiap fakultas, dari syariah dan ilmu hukum, tarbiyah dan
ilmu keguruan, dakwah dan ilmu komunikasi, ekonomi dan bisnis islam. Suasana
ruang kelas dibeberapa jurusan terkesan lebih mirip ruang hening daripada ruang
diskusi baik dosennya berhadir dan tidak berhadir.
“Kalau
dosen tidak tunjuk langsung, ya kami diam saja. Takut salah ngomong atau
diketawain teman”, ungkap Adek salah satu mahasiswa UIN Syahada. Partisipasi
rendah, dosen mengeluh menghadapi mahasiswa yang malas bertanya atau
berpendapat dalam pembelajaran yang berlangsung.
“Saya
sering membuka ruang diskusi, tapi yang angkat tangan hanya satu dua orang.
Selebihnya hanya mencatat atau bahkan tidak memperhatikan”,Ujar Apri.
Menurutnya, sikap pasif ini menjadi tantangan tersendiri dalam menerapkan
kurikulum merdeka.
Belajar
yang menekankan kolaborasi dan daya pikir kritis mahasiswa, pertanyaan apakah
masiswa sekarang takut, malu, atau tidak peduli lagi dengan diskusi?. Karena
ketika ditanya alasan enggan aktif di kelas, mayoritas mahasiswa mengaku takut
salah, kurang percaya diri, atau merasa apa yang mereka pikirkan itu tidak
penting.
Selain dari sisi pengajar, perubahan pola piker mahasiswa juga harus dinilai krusial. Diperlukan budaya baru dikalangan mahasiswa untuk mengapreasi keberanian berpendapat dan kesalaham sebagai bagian dari proses belajar.
Kesimpulan:
Jika
mahasiswa terus pasif dan hanya menjadi “penonton” di ruangan, maka ruang
kuliah akan kehilangan makna sebagai tempat pertukaran ide dan pematangan nalar
kritis. Pendidikan tinggi seharusnya bukan tempat”menghapal yang rapi”, tapi
ruang tumbuh yang hidup dan dinamis.