Newsuin.online- Kampus yang seharusnya menjadi tempat mahasiswa menimba ilmu kini justru berubah menjadi ladang eksploitasi terselubung. Dengan berbagai dalih, mulai dari "pengalaman kerja" hingga "pengembangan soft skill," mahasiswa sering kali dipaksa bekerja tanpa bayaran, membayar lebih untuk fasilitas minim, hingga menjadi tenaga kerja gratis bagi kepentingan kampus.
Sejumlah mahasiswa mengeluhkan praktik magang yang hanya menguntungkan perusahaan tanpa memberikan benefit nyata bagi peserta. “Kami diminta bekerja seperti karyawan tetap, tapi tanpa gaji. Bahkan, ada yang harus membayar untuk mengikuti program magang,” ujar seorang mahasiswa yang enggan disebut namanya.
Tak hanya itu, beban akademik yang berlebihan dengan minimnya bimbingan dari dosen menjadi keluhan utama lainnya. "Tugas kuliah semakin banyak, tapi yang kami dapat bukan ilmu, melainkan kelelahan. Dosen lebih sibuk dengan proyeknya sendiri, sementara kami dipaksa belajar sendiri," kata mahasiswa lainnya.
Di sisi lain, besarnya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) tidak sebanding dengan fasilitas yang diterima mahasiswa. Banyak kampus yang masih meminta sumbangan tambahan, sementara ruang kelas, laboratorium, dan fasilitas lainnya dalam kondisi yang jauh dari layak.
Organisasi mahasiswa pun tak luput dari eksploitasi. Banyak mahasiswa yang dipaksa bekerja untuk kegiatan kampus, seperti mengurus seminar atau acara besar, tanpa insentif yang jelas. “Kami diminta mengadakan acara kampus, tapi semua biaya harus cari sendiri. Sementara, keuntungan acara malah masuk ke pihak kampus,” ungkap seorang aktivis mahasiswa.
Fenomena ini memicu pertanyaan besar: apakah pendidikan tinggi benar-benar membangun masa depan mahasiswa, atau justru memperlakukan mereka sebagai sumber daya murah bagi kepentingan institusi dan perusahaan?
Mahasiswa menyerukan agar kampus lebih transparan dalam penggunaan dana, memberikan kompensasi yang layak bagi magang dan kerja organisasi, serta memastikan beban akademik sesuai dengan tujuan pendidikan yang seharusnya.
Newsuin.online mengajak seluruh mahasiswa untuk lebih kritis terhadap sistem pendidikan yang tidak adil serta mendesak adanya reformasi agar kampus kembali menjadi tempat belajar, bukan tempat eksploitasi.
Kampus, sebagai institusi pendidikan, seharusnya berfungsi sebagai tempat belajar, penelitian, dan pengembangan diri mahasiswa. Namun, dalam praktiknya, banyak kampus justru lebih sibuk dengan hal-hal berikut:
- Mencari Keuntungan, Bukan Meningkatkan Kualitas
Alih-alih fokus pada pendidikan, banyak kampus lebih sibuk menaikkan UKT, mencari sponsor, dan membangun proyek mercusuar yang sering kali tidak berdampak langsung pada mahasiswa. Misalnya, gedung baru terus dibangun, tapi fasilitas dasar seperti laboratorium dan perpustakaan tetap minim.
- Mengutamakan citra daripada realitas
Kampus berlomba-lomba mendapatkan akreditasi tinggi, meski dalam praktiknya mahasiswa masih kesulitan mendapatkan bimbingan akademik yang layak. Program kerja sama internasional sering kali hanya menjadi pajangan brosur tanpa manfaat nyata bagi mahasiswa.
- Mengeksploitasi Mahasiswa dalam Magang dan Organisasi
Mahasiswa sering dijadikan tenaga kerja gratis dengan dalih magang atau pengembangan organisasi. Banyak perusahaan bekerja sama dengan kampus untuk mendapatkan tenaga kerja tanpa bayaran, sementara kampus sendiri menikmati citra sebagai institusi yang “membantu mahasiswa mendapatkan pengalaman.”
- Mengabaikan Suara Mahasiswa
Alih-alih mendengarkan aspirasi mahasiswa, banyak kampus lebih memilih bersikap otoriter. Demonstrasi dan kritik sering kali ditekan dengan berbagai cara, mulai dari ancaman akademik hingga pemanggilan ke pihak rektorat.
5. Memprioritaskan Kepentingan Petinggi Kampus
Banyak kebijakan kampus lebih menguntungkan birokrat dan dosen senior ketimbang mahasiswa. Dana riset lebih sering digunakan untuk proyek dosen yang tidak berdampak langsung bagi mahasiswa, sementara pengelolaan kampus dijalankan dengan sistem yang minim transparansi.
Pada akhirnya, kampus yang seharusnya menjadi pusat ilmu dan inovasi justru lebih mirip korporasi yang memanfaatkan mahasiswa sebagai "sumber daya." Mahasiswa sering kali diperlakukan sebagai pelanggan yang hanya dimanfaatkan untuk kepentingan finansial dan administratif kampus.
Menurutmu, apa yang bisa dilakukan mahasiswa untuk melawan eksploitasi ini?